BISNIS TIKET PESAWAT ONLINEBISNIS TIKET PESAWAT ONLINE
Direkomendasikan bagi Anda yang ingin memiliki dan mengelola bisnis penjualan tiket pesawat secara online, murah, mudah, cepat, dan aman. KLIK DISINI untuk mendapatkan informasi selengkapnya.

KOLEKSI WALLPAPER FOTO PESAWAT TERBANG :


Kurang mampu

Kurang mampu. Info sangat penting tentang Kurang mampu. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Kurang mampu

Mungkin tulisan MAX 30 TON ini hanya sekedar mengingatkan, sebaiknya berat kendaraan yang melewati jembatan ini jangan melebih bobot 30 ton. Tapi begitulah orang kita, selama tidak terjadi apa-apa, lanjut terus. Itu satu contoh penamaan tempat, dalam hal ini jembatan, yang agak aneh di Pulau Bunyu ini. Dan foto itu saya ambil tadi siang. Setelah mengambil gambar jembatan 30 Ton itu, saya melanjutkan perjalan ke tempat tujuan, yaitu ke Telaga 17. Nah…, tempat ini pun penamaannya rada-rada aneh juga. Disini saya juga menyempatkan diri mengambil gambarnya. Meskipun bernama Telaga 17 tapi kita tidak akan menjumpai telaga, danau, atau apa saja cerukan tanah berukuran besar yang berisi air. Tapi koq disebut telaga ya? Sebenarnya nama itu ditujukan untuk beberapa unit sumur produksi migas yang ada disekitar situ. Lama kelamaan nama daerah disekitarnya bernama Telaga 17 juga. Saya kurang tahu sejak kapan itu terjadi. Orang baru sih. Mungkin ada yang terkejut saat membaca judul diatas. Makan sanggar? Pingin jadi buto cakil? Barangkali kalimat seperti itu yang langsung terlintas dan berkecamuk di kepala. Bayangan orang tentang sanggar biasanya langsung tertuju pada sanggar lukisan, sanggar tari, atau sanggar kegiatan seni lainnya. Ini menunjuk pada tempat. Yang kayak gitu mau dimakan? Yang benar aja. Tapi bagi sebagian orang Kalimantan, khususnya di Pulau Bunyu, pasti akan segera paham. Dulu saya juga sempat dibuat bingung saat diajak makan sanggar. Ternyata yang dimaksud sanggar itu jajanan atau penganan yang digoreng. Misalnya pisang goreng, singkong goreng, tahu goreng, atau sandal goreng…, kalau ada yang mau. Sepanjang pengetahuan saya, awalnya yang disebut sanggar itu adalah pisang goreng. Mungkin lebih tepat disebut sanggor, kependekkan dari pisang goreng. Tapi entah sejak kapan beberapa jenis penganan yang digoreng akhirnya disebut sanggar juga. Untuk membedakannya tinggal menambahkan kata yang sesuai saja dibelakang kata sanggar itu. Misalnya sanggar pisang, sanggar singkong, sanggar sukun, sanggar kolak. Lho..? Tenang friend, yang kesebut belakangan itu cuma sekedar improvisasi penulisan. Pertama kali datang di Bunyu, sudah dibuat heran dengan kata "sanggar" itu. Begitu melihat cara memakannya, tambah makin heran. Pisang goreng dimakan pakai sambal, umumnya sambal kacang. Wah…, koq jadi mirip rujak ya. Awalnya agak merasa aneh makan pisang goreng dengan cara seperti itu. Tapi lama-kelamaan jadi terbiasa juga. Rasanya enak juga pisang ditowelin di cobekan sambal. Pedas dan manis, campur jadi satu. Kayak tahu campur. Sore ini kami beli sanggar lagi. Kali ini sanggar pisang, bukan sanggar pramuka, apa lagi sanggar lukisan. Sanggar ini untuk camilan sambil menunggu kapal tanker MT. Samho Spinels yang janjinya hari ini mau datang. Sudah ditunggu sejak tadi pagi, hingga sore ini pun belum nongol batang hidungnya. Memangnya kapal tanker punya hidung juga ya? Hari ini pak Muchtar yang kebagian tugas pergi beli sanggar.


Powered By : Blogger